Kenapa Harus Orang Harus Berkebun Hidroponik? | Lebih Sehat Hidroponik?
Kenapa Harus Orang Harus Berkebun Hidroponik?
Kualiatas Tinggi
Alasan kuat yang menjadi dasar banyak orang melirik budidaya tanaman tanpa tanah itu yaitu kesehatan. Polusi tampaknya menjadi konsumsi sehari-hari bagi penduduk yang tinggal di kota-kota besar seperti Jakarta atau Surabaya. Di jalanan bebas, asap kendaraan bermotor bercampur asap rokok hampir tidak bisa di elakan. Riset kesehatan tentang asap rokok yang dapat menyebabkan kanker paru-paru yang dibuat Richard Doll, peneliti Statistical Research Unit of The Medical Research Council, London, dan rekannya A Bradford Hill muncul pada British Medical Jurnal edisi September 1950.
Asap rokok diketahui mengandung radikal bebas pemicu kanker atau karsinogen. Walaupun jumlahnya sedikit, akumulasi zat karsinogen dapat menyebabkan masalah kesehatan serius hingga kanker yang berujung pada kematian. Badan Kesehatan Dunia atau WHO (Word Health Organization) dalam laporannya pada tahun 1997 yang silam menyebut 33% kematian kanker di negara maju di sebabkan oleh kebiasaan merokok. Setiap hari ancaman radikal bebas penyebab kanker dan penyakit degeneratif lain menghantui semua kalangan tanpa batasn umur. Pria, wanita, dewasa, dan anak-anak, semua berisiko terhadap penyakit kanker.
Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), angka penyakit kanker di Indonesia pada tahun 2007 saja tercatat 4,3 per 1.000 0rang. Faktor risiko penyebab tingginya kejadian kanker di Indonesia yaitu prevalensi merokok 23,7 per 1.000 orang, prevalensi obesitas umum penduduk berusia lebih dari 15 tahun pada laki-laki 13,9 per 1.000 orang, dan pada perempuan 23,8 per 1.000 orang, kurang konsumsi buah dan sayuran 93,6 per 1.000 orang, konsumsi makanan diawetkan 6,4 per 1.000 orang, makanan berlemak 12,8 per 1.000 orang, dan makanan dengan penyedap 77,8 per 1.000 orang serta kurang aktivitas fisik sebesar 48,2 per 1.000 orang.
Data tersebut menunjukkan faktor kurangnya konsumsi buah dan sayuran memiliki angka prevalensi tertinggi dibanding faktor risiko kanker lainnya. Lebih lanjut lagi, dilihat dari kelompok umur, angka prevalensi kanker terus meningkat seiring bertambahnya usia. Artinya, makin menua, penduduk makin berisiko terkena penyakit kanker. Namun, yang perlu dicermati, segala usia mulai bayi hingga dewasa lanjut usia tidak ada yang lolos dari penyakit kanker. Riset yang sama juga menyebutkan angka prevalensi kanker tertinggi terdapat di DI Yogyakarta (4 per 1.000 orang) diikuti Jawa Tengah (2,1 per 1.000), Bali (2 per 1.000), kemudian Bengkulu dan DKI Jakarta dengan angka 1,9 per 1.000.
Untuk mencegah timbulnya penyakit kanker, pemerintah melalui Kementrian Kesehatan menganjurkan dilakukannya antisipasi antara lain dengan menghindari faktor risiko kanker seperti kebiasaan merokok, kurang aktivitas fisik atau berolahraga dan makanan tidak sehat. Sejatinya makanan dapat menjadi salah satu faktor penting pemicu maupun pencegah kanker tergantung jenis makanan yang dikonsumsi.
Jenis makanan tidak sehat memicu kanker yang paling populer di kalangan kaum urban antara lain fast food dan junk food. Kedua jenis makanan yang disajikan direstoran cepat saji itu tidak lepas dari gaya hidup masyarakat perkotaan. Kemudahan mendapatkannya di berbagai tempat sekaligus kecepatan waktu penyajian tidak dipungkiri merupakan daya tarik tingginya minat orang mengkonsumsi makanan cepat saji. Fenomena itu diperkuat data Riskesdas pada tahun 2013 lalu yang secara jelas menyebut angka prevalensi 1,1 per 1.000 orang, diperkotaan angkanya sebesar 1,7 per 1.000 orang. Itu berarti masyarakat perkotaan lebih beresiko terkena kanker.
Kaum urban yang disibukkan dengan berbagai aktivitas kerja kerap dimanjakan dengan hidangan cepat saji sehingga melupakan pola makan sehat dan gizi berimbang. Terlebih lagi gaya hidup tak sehat jarang berolahraga dan konsumsi makanan berlemak tanpa diimbangi sayuran dan buah-buahan. Padahal risiko terhadap penurunan kesehatan yang ditimbulkannya tidak main-main.
Riset yang bersumber dari Fred Hutchinson Cancer Research center menyebutkan konsumsi makanan deep-fried-teknik memasak dengan menggunakan panas tinggi-secara rutin seperti stik kentang goreng, ayam goreng, dan donat berkaitan erat dengan peningkatan risiko kanker prostat. Penelitian Janet L Stanfor dan rekan itu membandingkan kelompok laki-laki yang mengonsumsi makanan deep-fried sekurang-kurangnya seminggu sekali dengan kelompok yang hanya mengonsumsi makanan deep-fried kurang dari satu kali dalam sebulan. Hasilnya kelompok pemakan fast food itu berisiko kanker prostat 30-37% lebih tinggi.
Proses pemasakan dengan menggunakan suhu tinggi itu dapat memicu terbentuknya senyawa karsinogen penyebab kanker baik pada minyak maupun yang terbawa dalam makanan yang digoreng. Pembentukan senyawa itu meningkat ketika minyak untuk menggoreng yang digunakan berulang kali dan seiring dengan makin lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menggoreng. Senyawa karsinogen yang dimaksud berupa acrylamide (terdapat pada makanan kaya karbohidrat seperti kentang goreng), heterocyclic amine dan policyclic aromatic hydrocarbon (ditemukan pada daging yang dimasak pada suhu tinggi), aldehyde dan acrolein.
Makanan yang diproses dengan suhu tinggi juga mengandung AGE (advenced glycation endproduct) dalam jumlah tinggi. AGE berhubungan erat dengan inflamasi kronik dan stress oksidatif. Sebagai gambaran, ayam bagian dada yang dimasak dengan sistem deep-fried selama 20 menit mengandung AGE 9 kali lebih tinggi dibandingkan ayam yang direbus selama 1 jam.
Bukti lainnya diungkap Andrew O Odegaard dari Division of Epidemilogy and Commnunity Health, University of Minnesota School of Public Health, Minneapolis, Amerika. Ia menemukan bahwa kebiasaan konsumsi makanan fast food pada populasi masyarakat di negara timur-dalam hal ini kaum China yang tinggal di Singapura - meningkatkan risiko kematian akibat penyakit jantung koroner dan diabetes melitus tipe 2. Dalam penelitian disebutkan, risiko meningkat pada orang yang mengasuk makanan fast food 2 kali atau lebih dalam seminggu dibandingkan orang yang makan fast food lebih sedikit atau bahkan tidak mengasup fast food sama sekali.
Minimnya konsumsi sayuran dan buah tidak hanya meningkatkan risiko terserang kanker melainkan penyakit mematikan lainnya.
Lebih Sehat Hidroponik?
Cristina Sgherri, penelitia Departemen Kimia dan Bioteknologi Pertanian, Universita di Pisa, Italia, dan keempat rekannya meneliti aktivitas antioksidan basiol Ocimum basilicum cv. genova yang dibudidayakan memakai teknik hidroponik dan teknik konvensional di atas tanah. Terbukti ekstrak basil hidroponik memiliki aktivitas antioksdan lebih tinggi. Kandungan vitamin C, Vitamin E, asam lipoat, total fenol, dan asam rosmarinat lebih tinggi.
Penelitian lain yang diterbitkan dalam jurnal Food Science and Technology menggunakan varietas pabrika hijau paloma dan impacto yang dibudidayakan secara hidroponik serta varietas polama dan magali yang dibudidayakan di atas tanah. Hasil penelitian Marry Magdalene Rinaldi dan rekan itu menyebutkan vitamin C varietas paloma yang dibudidayakan secara hidroponik lebih tinggi dibandingkan paloma yang ditanam di tanah setelah 12 hari penyimpanan dengan suhu 21 + 2 derajat C dengan kelembaban relatif 70 + 5%.