Kapan Teknik Hidroponik Di Mulai dan Bagaimana Menaman Tanaman Tanpa Tanah ?
Di Mana Air Bekerja
Sejatinya hidroponik bukan teknik baru. Jauh sebelum daerah berawa Danau Tenochtitlan yang mana sekarang masuk wilayah Meksiko sudah mengembangkan teknik menanam bantu air. Masyarakat nomaden yang hidup sekitar 1325 - 1428 Masehi itu bertahan hidup di daerah minum daratan dengan membangun rakit mengapung untuk bercocok tanam. Rakit dibuat dari jalinan akar dan batang pohon yang kuat. Mereka menyebut rakit tersebut dengan chinampas.
Keterbatasan lahan membuat kaum Aztex harus mengeruk tanah di dasar danau untuk dijadikan media tanam yang dihamparkan di atas cihampas. Sisi baiknya, tanah itu kaya bahan organik yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman sayuran, bunga bahkan pohon berkayu. Akar yang tumbuh pun akhirnya menembus dasar rakat dan memperoleh kebutuhan nutrisi tambahan dan air dari danau.
Entah sangaja disatukan atau memang secara alami karena ditempatkan saling berdekatan, kumpulan beberapa champas yang mengapung di atas danau mengumpul seperti pulau terapung. "Pulau" itu sempat menjadi tanda tanya bangsa Spanyol yang datang menaklukan Aztec. Mereka menganggap pulau buatan yang mengambang itu aneh bahkan menakutkan. Rakit itu bertahan hingga abad ke-19.
Cikal bakal penelitian ilmiah teknik menanam tanpa tanah dimulai dari ide Francis Bacon yang tertuang dalam buku Sylva Sylvarum terbitan 1627. Ahli sains berkebangsaan Inggris tersebut memunculkan ide bagaimana menanam dengan menggunakan media air. Pada Tahun 1699, John Woodward, seorang naturalis berkebangsaan Inggris mewujudkan teknik itu dengan menampilkan percobaannya menanam spearmint Mentha spicata dalam media air.
Secara tidak langsung, beberapa penelitian dalam bidang pertanian mendukung penelitian dasar tentang nutrisi hidroponik. Pada 1804, Nicholas De Saussure menyebutkan tanaman mengandung elemen kimia dan mineral yang diperoleh dari air tanah, dan udara. Hasil penelitian itu menjadi dasar percobaan yang dilakukan Jean Baptiste Boussingault.
Ahli kimia berkebangsaan Perancis itu bereksperimen dengan media tanam inert - media tanam padat, umumnya yang tidak mengandung bahan organik. Ia memberikan larutan air berisi kombinasi elemen tanah dan elemen kimia tertentu pada tanaman yang ditanam dengan media tanam non-tanah yakni pasir murni, kuarsa, dan arang.
Ternyata tanaman terbukti membutuhkan hidrogen, karbon, oksigen, nitrogen, dan elemen mineral lainnya. Terobosan yang sangat penting dari Boussingault yaitu kemampuannya mengidentifikasi unsur-unsur mineral dan proporsi yang dibutuhkan bagi pertumbahan tanaman. Salm-Horsmar membuktikan terobosan itu dengan mendemonstrasikan tanaman yang di tanam media inert normal asalkan media lembab dan mengandung nutrisi mineral esensial.
Lima elemen yang penting untuk pertumbuhan tanaman yakni sulfur (S), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan besi (Fe), ditemukan pada tahun 1860-1865. Ahli botani Jerman, Julius von Sachs dan Wilhelm Knop menyatakan tanaman dapat tumbuh normal dengan meredam akar dalam lauran yang mengandung elemen tersebut. Inti hasil penelitian Sachs dan Knop itu disimpulkan bahwa tanaman menyerap beragam nutrisi miniral esensial sebagai ion organik yang terdapat dalam air. Kesimpulan itu kemudian menjadi pemicu makin berkembangnya teknik menanam tanpa tanah. Knop bahkan dijuluki "The Father of Water Culture".
Penemuan elemen penting dalam tanaman itu ditambah hasil penelitian sebelumnya dan penelitian yang muncul pada permulaan abad ke-19 menghasilkan daftar elemen penting yang hingga saat ini diperhitungkan sebagai nutrisi bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Dalam perkembangannya, elemen tersebut dibagi menjadi dua kelompok yakni elemen makro dan mikro. Elemen makro yang dimaksud yakni nitrogen (N), fosfor (P), sulfur (S), potasium (P), kalsium (Ca), dan magnesium (Mg). Keenamnya dibutuhkan dalam jumlah yang relatif besar. Sedangkan elemen miktro yang dibutuhkan dalam jumlah lebih sedikit yaitu besi (Fe), klorin (Cl), mangan (Mn), boron (B), zinc (Zn), tembaga (Cu), dan molybdenum (Mo). Sebagai perbandingan, tanaman membutuhkan magnesium 40 kali lebih banyak dibandingkan Fe.
Tanaman Tanpa Tanah
Di Tahun 1929, William Federick Gericke dari Universitas of California Berkeley, memperkenalkan bahwa teknik menanam menggunakan larutan dapat diaplikasikan untuk menghasilkan tanaman pertanian. Hasil karya Gericke yang mengundang perhatian yaitu keberhasilannya menanam tomat yang tumbuh sekitar 7,62 meter di halaman rumahnya dengan menggunakan laurtan nutrisi.
Istilah yang dilontarkan pertama kali untuk teknik menanam dengan larutan ketika itu adalah aquaculture. Namun karen istilah tersebut sudah identik dengan budidaya tanaman air dan organisme dalam air maka atas anjuran WA Setchell yang juga aktif di University of California, Gericke menggantinya dengan istilah hidroponik. Istilah yang mulai muncul pada tahun 1937 tersebut berasal dari kaya Yunani Kuno (hydro berarti air, ponos berarti pekerja) yang mengandung pengertian "air yang bekerja".
Istilah hidroponik memang kerap rancu dengan istilah akuaponik yang juga berkembang pada saat ini. Perbedaannya adalah akuaponik lebih mengandalkan nutrisi tanaman yang diperoleh dari air limbah organik ikan atau organisme air lainnya. Dalam operasionalnya, sistem akuaponik tidak menggunakan antibiotik atau bahan kimia yang dapat membunuh bakteri yang dibutuhkan dalam siklus kerja sistem. Sedangkan hidroponik mengandalkan nutrisi yang diperoleh dari pupuk berupa campuran bahan-bahan kimia.
Respon masyarakat tentang teknik penanaman yang dilakukan Gericke cukup positif dengan tingginya antusiasme untuk mendapatkan informasi lebih lanjut. Efek negatifnya, banyak perusahaan kimia yang berbuat curang dengan menjual "ramuan nutrisi" palsu demi mendapatkan keuntungan. Namun nyatanya tak semua pihak sejalan dengan gericke.